Kebutuhan K3 Radiasi

Hazards dan Risiko di Tempat Kerja

Laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO) yang dirilis tahun 2001 mencatat jutaan pekerja telah mengalami kecelakaan atau menderita penyakit atau bahkan meninggal setiap tahunnya. Kecelakaan, penyakit, atau hilangnya nyawa tersebut disebabkan oleh "sesuatu" di tempat kerja. "Sesuatu" itu dapat berupa benda, zat, energi, sumber ataupun situasi. Dalam ilmu Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) atau Occupational Safety and Health, "sesuatu" itu disebut hazards. Jadi, secara sederhana, hazards dapat didefinisikan sebagai apapun di tempat kerja yang berpotensi menimbulkan bahaya atau kerugian atau kerusakan, baik terhadap manusia, harta benda ataupun lingkungan. Potensi merugikan yang diakibatkan oleh hazards di tempat kerja memiliki tingkat kemungkinan (probabilitas) kejadian tertentu dan konsekuensi. Kombinasi antara kedua hal tersebut dalam ilmu K3 dikenal dengan istilah risiko.
Kebutuhan K3 Radiasi
Kebutuhan K3 Radiasi
Sebagai contoh, di laboratorium radiokimia nuklir di Pusdiklat Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Jakarta tersedia berbagai bahan kimia dan zat radioaktif dalam fasa cair untuk keperluan proses praktikum dalam Pelatihan Proteksi Radiasi. Dari sudut pandang keilmuan K3, laboratorium ini menyimpan hazards berupa bahan kimia dan cairan zat radioaktif. Bahan kimia seperti asam sulfat (H2SO4) dapat menguap dan berpotensi terhirup masuk ke dalam tubuh. Konsekuensi dari masuknya bahan kimia ke dalam tubuh dapat merugikan kesehatan tubuh. Potensi lain akibat bekerja menggunakan bahan kimia di laboratorium ini adalah terjadinya kecelakaan berupa tumpahan yang dapat memicu timbulnya kebakaran.

Demikian pula ketika bekerja menggunakan cairan zat radioaktif, ada kemungkinan zat ini masuk ke dalam tubuh melalui jalur pernapasan karena terjadinya penguapan zat tersebut. Kemungkinan lainnya adalah terjadinya perpindahan zat radioaktif akibat percikan sehingga menempel pada kulit tubuh. Peristiwa masuknya zat radioaktif ke dalam tubuh atapun menempelnya zat tersebut pada kulit tubuh manusia disebut kontaminasi zat radioaktif dan sebagai akibatnya tubuh menerima sejumlah radiasi nuklir, sel tubuh berisiko mengalami kematian ataupun perubahan sel tubuh. Kematian dan perubahan sel tubuh tersebut mengakibatkan sejumlah efek biologi, baik pada tingkatan jaringan, organ ataupun yang lainnya. Sejumlah efek biologi pada tubuh manusia sebagai akibat penerimaan sejumlah radiasi nuklir tersebut disebut risiko radiasi nuklir.

Dalam ilmu Occupational Safety and Health, risiko radiasi nuklir dapat dikendalikan (diminimalkan atau dicegah) dengan menerapkan enam (6) prinsip seperti yang direkomendasikan dalam hierarki pengendalian hazards yang akan dijelaskan dalam bagian selanjutnya. Berdasarkan rekomendasi tersebut, akan diuraikan bagaimana mengendalikan risiko radiasi nuklir yang diakibatkan oleh hazards radioaktif interna sampai batasan yang dapat diterima (acceptable risk). Hal tersebut penting dilakukan mengingat berbagai konsekuensi ketika salah dalam mengidentifikasi, memakai, maupun mengelola hazards yang ada.

Konsekuensi Salah Kelola Hazards

Seperti disampaikan sebelumnya, ketidaktepatan dalam mengelola hazards di tempat kerja dapat menimbulkan kejadian atau kecelakaan kerja dengan konsekuensi yang merugikan. Laporan International Labour Organization (ILO) yang dirilis tahun 2001 mencatat telah terjadi lebih dari 250 juta kecelakaan kerja dan 160 juta penyakit akibat kerja setiap tahun di seluruh penjuru dunia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1,2 juta mengalami kematian.

Sebagai gambaran, berikut ini disajikan beberapa kecelakaan berskala besar yang telah menyita perhatian dunia, baik yang terjadi pada sektor industri, medik ataupun industri nuklir. Di sektor industri, kecelakaan terjadi pada industri kimia pada pabrik pestisida di Bhopal, India pada Desember 1984, kecelakaan sumber radioaktif Ir-192 untuk tujuan Radiografi Industri di Yanango, Peru pada Februari tahun 1999. Sedangkan kecelakaan dalam sektor medik yang terkait penggunaan sumber radioaktif antara lain kecelakaan sumber radioaktif Cs-137 untuk tujuan radioterapi di Goiano, Brazil pada September 1987, kecelakaan sumber radioaktif untuk tujuan radioterapi di Costa Rica pada September 1996, kecelakaan sumber radioaktif Co-60 untuk tujuan radioterapi di Samut Prakarn, Thailand pada Februari 2000. Kecelakaan lain adalah kecelakaan terkait instalasi nuklir, seperti kecelakaan reaktor nuklir Chernobyl, Ukraina (Bekas Negara Uni Soviet) pada April 1986, kecelakaan reaktor nuklir di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima, Jepang yang terjadi pada Maret 2011.

Konsekuensi dari kecelakaan - kecelakaan tersebut di atas telah menimbulkan kerugian dalam bentuk hilangnya nyawa, kerusakan properti dan lingkungan, serta kerugian secara ekonomi, antara lain dalam wujud kompensasi yang harus dibayar oleh perusahaan, kehilangan dari bekerja, terganggunya proses produksi, training dan retraining SDM, biaya perawatan medik, dan lain - lain. Adapun estimasi kerugian akibat semua kecelakaan dan penyakit tersebut dari data yang dicatat ILO mencapai angka 4% dari Gross National Product (GNP).

Kondisi - kondisi diatas mengisyaratkan perlunya untuk mengidentifikasi, mengomunikasikan , dan mengelola hazards di tempat kerja secara memadai.

Hak Pekerja atas Informasi Hazards

Seperti dinyatakan dalam konferensi perburuhan internasioanl tahun 1984, proteksi terhadap kehidupan dan kesehatan di tempat kerja merupakan hak mendasar (fundamental) bagi pekerja. Selain itu, setiap pekerja juga memiliki tugas untuk peduli terhadap keselamatan diri sendiri dan juga rekan sekerja yang mungkin terpengaruh atas tindakan yang dilakukan atau kesalahan yang diperbuat. Kondisi ini berimplikasi terhadap adanya hak untuk tahu dan hak untuk menghentikan pekerjaan yang membahayakan kesehatan dan keselamatan. Berangkat dari pemikiran tersebut di atas, maka para pekerja perlu memahami potensi bahaya dan risiko yang ada di lingkungan kerja, tempat dimana mereka bekerja.

Sebagai tindak lanjut dari informasi mengenai hazards yang ada di tempat kerja, para pekerja perlu diberi pelatihan yang sesuai dengan jenis, ukuran, dan karakteristik hazards yang ada. Pelatihan ini sangat diperlukan supaya mereka mampu melaksanakan pekerjaannya secara aman dan selamat.
Informasi Hazards
Informasi Hazards

Arti Penting K3 dalam Mengelola Hazards

Tingginya angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, dengan konsekuensi yang ditanggung oleh masyarakat, komunitas, pelaku bisnis, dan pekerja serta keluarganya, secara social cost tidak lagi dapat diterima (unacceptable). Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai upaya dan pendekatan untuk mengurangi angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang masih tinggi tersebut.

Kondisi di atas mendorong lahirnya disiplin ilmu Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) atau Occupational Safety and Health. Ilmu K3 merupakan sebuah keilmuan multi atau lintas disiplin yang menelaah tentang keselamatan (safety), kesehatan, dan kesejahteraan manusia yang melakukan pekerjaan. Tujuan utama keilmuan ini adalah mengembangkan program K3 untuk menciptakan suatu lingkungan kerja yang aman, selamat, dan nyaman. Efek berantai dari tercapainya tujuan program ini adalah terlindunginya rekan sekerja (co-workers), anggota keluarga, properti dan investasi pengusaha, pelanggan (customers), penyedia (suppliers), dan komunitas yang tinggal berdekatan dengan fasilitas / pabrik serta anggota masyarakat yang terpengaruh dengan lingkungan tempat kerja.

Keilmuan K3 melibatkan interaksi berbagai area keilmuan, seperti kedokteran kerja (occupational medicine), industrial hygiene, kesehatan masyarakat (public health), rekayasa keselamatan (safety engineering), kimia dan fisika kesehatan. Kesuksesan pelaksanaan program K3 sangat tergantung kolaborasi, good will, dan cara pandang dari pemerintah, pelaku bisnis, manajemen, pekerja, praktisi K3, organisasi profesi, serta mereka yang menaruh perhatian masalah K3.

Prinsip Dasar K3 dalam Mengelola Hazards

Desain standar perburuhan internasioanl yang direkomendasikan International Labour Organization (ILO) memiliki tujuan utama agar setiap pekerjaan berlangsung dalam lingkungan yang aman dan sehat. Tujuan dicapai dengan menerapkan 10 prinsip dasar K3 sebagai berikut :
1. Semua pekerja memiliki hak (all workers have rights)
Seperti dinyatakan dalam konferensi perburuhan internasional tahun 1984, semua pekerja memiliki hak, bahwa :
a. Pekerjaan harus berlangsung di lingkungan kerja yang aman dan sehat.
b. Kondisi kerja harus sesuai dengan martabat kemanusiaan dan kesejahteraan para pekerja.
c. Pekerjaan harus memberikan peluang pencapaian prestasi pribadi, pemenuhan diri dan layanan terhadap masyarakat.

2. Penetapan kebijakan K3
Implementasi kebijakan K3 terletak pada level pemerintah dan pelaku bisnis. Dalam hal ini menajemen harus menetapkan kebijakan K3-nya dalam mengelola hazards yang ada dalam menjalankan bisnisnya. Supaya dapat terimplementasi secara baik, kebijakan K3 tersebut harus dikomunikasikan ke semua pihak yang terkait.

3. Adanya kebutuhan konsultasi
Prinsip ini mengatakan bahwa konsultasi merupakan suatu kebutuhan. Konsultasi antara partner sosial (para pekerja dan pengusaha) dengan para pemangku kepentingan merupakan kebutuhan. Konsultasi ini harus dilakukan selama penyusunan, pelaksanaan dan review kebijakan program K3.

4. Pencegahan dan proteksi harus menjadi tujuan dari kebijakan dan program K3
Usaha - usaha nyata harus difokuskan pada pencegahan pada tataran lingkungan (tempat) kerja. Tempat kerja dan lingkungan kerja harus direncanakan dan didesain aman dan sehat.

5. Informasi merupakan hal yang vital dalam pengembangan dan penerapan kebijakan dan program yang efektif
Pengumpulan informasi hazards secara akurat dan desiminasinya, pemantauan lingkungan kerja, pemantauan kepatuhan terhadap kebijakan dan good paractice, dan aktivitas terkait lainnya merupakan hal penting dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan program K3 secara efektif.

6. Promosi kesehatan merupakan hal penting dalam pelaksanaan K3
Prinsip ini mengatakan, bahwa usaha - usaha harus senantiasa terus dilakukan untuk meningkatkan kesehatan fisik, mental, dan sosial para pekerja.

7. Layanan kesehatan kerja untuk semua pekerja harus tersedia
Idealnya, semua pekerja dalam semua kategori ekonomi harus memiliki akses pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk melindungi dan mempromosikan kesehatan pekerja dan memperbaiki kondisi bekerja.

8. Layanan kompensasi, rehabilitasi, dan kuratif harus tersedia bagi pekerja yang mengalami kecelakaan akibat kerja, penyakit akibat kerja, atau gangguan akibat kerja
Tindakan - tindakan harus diambil untuk meminimalkan konsekuensi hazards kerja.

9. Pendidikan dan pelatihan merupakan komponen vital lingkungan kerja yang aman dan sehat
Prinsip ini memiliki makna bahwa pekerja, pengusaha dan pemerintah memiliki tanggung jawab, kewajiban, dan tugas tertentu. Misalnya, para pekerja harus mengikuti prosedur kerja yang telah ditetapkan, pengusaha harus menyediakan lingkungan kerja yang aman dan menyediakan akses terhadap pelayanan pertolongan pertama (first aid) dan pemerintah harus memikirkan, mengomunikasikan, me-review, dan mengupdate kebijakan K3 secara periodik.

10. Kebijakan harus ditegakkan
Harus dikembangkan sistem inspeksi untuk memastikan kepatuhan terhadap kebijakan dan regulasi K3.

Hazards Radiasi Nuklir dalam Perspektif K3

Dari perspektif keilmuan K3, jenis hazards di lingkungan kerja dapat dikelompokkan menjadi 5, dimana radiasi merupakan kelompok jenis hazards fisika. Secara keseluruhan, kelima kelompok hazards tersebut adalah :
1. Hazards Kimia (Chemical Hazards); termasuk dalam kategori ini adalah explosiveness, flammability, toksisitas / keracunan, korosif, oksidasi, carcinogenicity.
Hazards Kimia
Hazards Kimia

2. Hazards Biologi (Biological Hazards); termasuk kategori ini adalah virus, bakteri, fungsi (jamur), organisme lain.
Hazards Biologi
Hazards Biologi

3. Hazards Psiko-sosial (Psycho-social Hazards); seperti hazards stress, kekerasan di tempat kerja, jam kerja yang terlalu lama (long working hours), lack of control in decision making.
Hazards Psiko-sosial
Hazards Psiko-sosial

4. Hazards Ergonomik (Ergonomic Hazards); termasuk kategori ini adalah manual handling, Repetitive movement, Workplace layout, dan task design. Misalnya ketidaktepatan desain kursi tempat duduk, dan lain - lain.
Hazards Ergonomik
Hazards Ergonomik

5. Hazards Fisika (Physical Hazards); contohnya kebisingan (noise), temperature rendah (cold), panas (heat), vibrasi, tekanan, ledakan, elektrik, dan radiasi.
Hazards Radiasi Nuklir
Hazards Radiasi Nuklir
Hazards radiasi sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu hazards radiasi non-pengion dan hazards radiasi pengion (nuklir). Termasuk dalam hazards radiasi non-pengion antara lain: radiasi dari sinar atau cahaya bohlam lampu, radiasi ultraviolet, radiasi inframerah, radiasi gelombang mikro, dan radiasi gelombang radio.

Sedangkan, hazards radiasi pengion atau radiasi nuklir antara lain radiasi sinar gamma, radiasi sinar-X, radiasi partikel alpha, radiasi partikel beta, radiasi neutron, dan lain - lain. Hazards radiasi sinar gamma dan sinar-X berupa gelombang elektromagnetik, sedangkan hazards radiasi alpha, beta, dan neutron berupa partikel.

Hazards radiasi pengion yang berupa partikel memiliki kemampuan menimbulkan ionisasi pada materi yang dilaluinya. Sedangkan, pada radiasi sinar-X dan sinar gamma, hazards radiasi berupa kemampuan radiasi jenis tersebut dalam menembus berbagai benda padat (plat besi) hingga beberapa ketebalan. Radiasi ini memiliki panjang gelombang lebih kecil dari 10-8 cm sehingga energi yang dimilikinya sangat besar. Ionisasi radiasi pada sel tubuh mengakibatkan 3 kemungkinan, yaitu sel mengalami kematian, sel rusak, ataupun sel berubah (mutan).

Dari perspektif keilmuan K3, hazards radiasi tersebut di atas dapat dikendalikan melalui pembatasan penerimaan dosis radiasi untuk memperkecil probabilitas terjadinya kerusakan sel dan mengurangi konsekuensi keparahannya. Adapun disiplin ilmu yang menelaah teknik atau metode pengendalian hazards dalam penggunaan radiasi pengion adalah fisika kesehatan, fisika radiasi, dan biologi radiasi. Disiplin ilmu ini dapat dipandang sebagai bagian dari keilmuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) atau Occupational Safety and Health.

Secara prinsip, ahli Fisika Kesehatan adalah mereka yang bekerja pada fasilitas dimana zat radioaktif atau radiasi pengion digunakan atau diproduksi. Fasilitas tersebut antara lain institusi medik (rumah sakit dan kilinik), laboratorium, PLTN, Badan Pengawas Ketenaganukliran, pabrik - pabrik yang menggunakan sumber radioaktif, dan lain - lain.

Adapun beberapa subkeahlian dari Fisika Kesehatan, antara lain :
1. Instrumentasi nuklir dan sistem pengukurannya.
2. Dosimetri radiasi interna dan eksterna.
3. Manajemen limbah radioaktif.
4. Kontaminasi radioaktif.
5. Rekayasa radiologi (shielding, dan lain-lain).
6. Proteksi radiasi.
7. Fisika partikel akselerator.
8. Tanggap darurat radiologi.

Keilmuan bidang fisika medik serupa dengan bidang fisika kesehatan dimana para ahlinya mengandalkan keilmuan fundamental yang sama, yaitu fisika radiasi, biologi, dan lain - lain. Akan tetapi, Ahli fisika kesehatan fokus pada evaluasi dan proteksi terhadap kesehatan manusia dari pengaruh radiasi, sedangkan ahli fisika medik menggunakan radiasi dan teknologi berbasis fisika untuk melakukan diagnosis dan pengobatan (treatment) penyakit.

Sekian pembahasan kita kali ini tentang Kebutuhan K3 Radiasi. Semoga Bermanfaat.

Berlangganan Artikel Terbaru

Share on Google Plus

About TEKNO ALDEBRAN

Blog berbagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi tentang Komputer, Mobile, Elektronika, Internet, Info Teknologi serta Tips dan Trik.