Pengendalian Hazards Radiasi Interna

Hierarki Pengendalian Hazards Radiasi Interna

Dari sudut pandang keilmuan K3, pengendalian hazards radiasi interna dapat dilakukan dengan mengikuti hierarki pengendalian hazards.
Pengendalian Hazards Radiasi Interna
Hierarki Pengendalian Hazards meliputi 6 prinsip sebagai berikut.
1. Eliminasi hazards.
2. Substitusi hazards dengan risiko yang lebih kecil.
3. Isolasi hazards.
4. Pengendalian secara engineering.
5. Pengendalian secara administrasi.
6. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD).

A. Eliminasi Hazards
Prinsip ini mensyaratkan untuk menghilangkan sama sekali (eliminasi) suatu hazards dari tempat kerja. Penerapan prinsip ini dalam pengendalian hazards radiasi interna dilakukan dengan cara memindahkan unsur dan zat radioaktif yang merupakan sumber hazards radiasi interna dari tempat kerja. Hal ini berarti, semua zat atau unsur radioaktif yang tidak terkait langsung dalam pelaksanaan kerja, tidak perlu berada dalam ruang kerja. Zat radioaktif yang tidak terkait harus tetap berada pada tempat penyimpanannya, tidak dibawa ke tempat pelaksanaan kerja. Melalui penerapan prinsip ini maka akan meminimalkan jumlah dan jenis zat radioaktif yang berpotensi sebagai hazards radiasi interna di suatu tempat kerja.

Penerapan lain dari prinsip ini adalah dengan cara menghentikan penggunaan zat atau unsur radioaktif dalam pelaksanaan pekerjaan yang tidak nyaman. Namun, apabila pekerjaan menggunakan zat radioaktif tetap harus berjalan, maka penerapan prinsip ini juga dapat dilakukan melalui pembatasan jumlah zat atau unsur radioaktif. Meminimalkan jumlah zat atau unsur radioaktif yang berada di lingkungan kerja, selain dapat meminimalkan peluang terjadinya kontaminasi radioaktif, juga dapat mengurangi tingkat paparan radiasi eksterna.

Dalam ilmu proteksi radiasi, pelaksanaan prinsip di atas seirama dengan prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable), yaitu usaha untuk mengendalikan dosis radiasi serendah mungkin yang dapat dicapai dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial.

B. Substitusi Hazards dengan Risiko yang Lebih Kecil
Apabila penerapan prinsip pertama (eliminasi hazards) tidak memungkinkan, maka untuk mengurangi tingkat hazards radiasi dapat dilakukan dengan melaksanakan prinsip kedua : substitusi hazards dengan tingkat risiko yang lebih kecil. Prinsip ini diterapkan dengan mengganti zat atau unsur radioaktif yang memiliki tingkat radiotoksisitas yang tinggi dengan unsur radioaktif yang memiliki tingkat radiotoksisitas yang lebih rendah. Contoh dari penerapan prinsip ini adalah mengganti unsur radioaktif I-125 (waktu paro 60 hari) dengan I-131 (waktu paro 8,04 hari) pada proses pemindaian (scanning) kelenjar gondok (thyroid gland).

C. Isolasi Hazards
Prinsip ini diterapkan apabila prinsip pertama dan kedua tidak berhasil secara baik. Prinsip isolasi hazards dilakukan dengan cara memasukkan unsur atau zat radioaktif ke dalam suatu wadah (containment).

Sistem pengukungan (containment systems) dapat terdiri dari struktur fisik (berupa kontainer tertutup yang dihubungkan dengan ventilasi) untuk mewadahi zat radioaktif guna mencegah penyebaran kontaminasi. Pemilihan sistem pengukung yang dipergunakan sebagai pengukungan zat radioaktif tergantung pada jumlah aktivitas dan bentuk fisik zat radioaktif yang digunakan. Sebagian besar sistem containment untuk zat radioaktif sebagai sumber terbuka minimal memiliki dua tingkat containment.

D. Pengendalian Secara Engineering
Prinsip selanjutnya yang harus diterapkan dalam mengendalikan hazards adalah prinsip pengendalian secara engineering. Prinsip ini dilakukan dengan mengintegrasikan praktik rekayasa engineering untuk mengendalikan hazards radiasi di tempat kerja. Contoh penerapan prinsip ini dengan membangun laboratorium penggunaan shielded cell, manipulator, dan lain - lain.

Penerapan prinsip engineering dapat dilihat pada laboratorium yang menggunakan zat radioaktif dengan aktivitas tinggi dan tingkat radiotoksisitas tinggi. Karena penerapan prinsip isolasi saja tidak akan memadai, maka harus dilakukan rekayasa engineering, seperti menggunakan shielded cell. Cell ini disamping digunakan untuk mengendalikan hazards radiasi eksterna (laju dosis tinggi) juga untuk mencegah terjadinya kontaminasi permukaan atau udara (hazards radiasi interna). Cell ini dilengkapi dengan jendela yang terbuat dari kaca timbal yang berfungsi sebagai shielding dan manipulator untuk menengani zat radioaktif di dalam sel.

E. Pengendalian secara Administrasi
Pengendalian secara administrasi adalah suatu metode administratif untuk mencegah atau meminimalkan paparan hazards. Pengendalian secara administratif untuk hazards radiasi interna ditekankan pada pencegahan masuknya unsur atau zat radioaktif ke dalam tubuh manusia. Termasuk kriteria pengendalian secara administratif dalam mengendalikan hazards radiasi interna antara lain :
a. Klasifikasi daerah kerja.
b. Pemasangan tanda - tanda peringatan untuk setiap daerah kerja secara jelas.
c. Training keselamatan / proteksi radiasi untuk para pekerja dan manajer.
d. Prosedur kerja.
e. Aturan lokal, (misal persyaratan jalan masuk ke daerah tertentu) dan kondis kerja, (misalnya persyaratan untuk memakai pakaian pelindung dan pelindung pernapasan).
f. Pemeliharaan inventaris sumber untuk masing - masing daerah kerja.
g. Sistem audit keselamatan radiasi yang memasukkan penilaian keselamatan (safety assessment) tempat kerja dan peralatan.
h. Penggunaan tingkat investigasi untuk hasil pemantauan dosis perorangan dan pemantauan tempat kerja.

Daerah kerja dilingkungan radiasi dapat diklasifikasikan menurut tingkat hazards radiasi (interna) menjadi tiga, yaitu daerah pengendalian (controlled area), daerah pengawasan (supervised area), dan daerah publik. Daerah pengendalian adalah daerah kerja dimana persyaratan keselamatan dan tindakan proteksi khusus diperlukan untuk mengendalikan paparan radiasi normal dan untuk mencegah atau membatasi paparan radiasi potensial. Sedangkan, daerah pengawasan adalah suatu daerah kerja dimana kondisi paparan radiasi tetap menjadi perhatian tetapi tidak diperlukan tindakan / persyaratan proteksi secara khusus.

Kategori ketiga adalah daerah publik (unclassified area) yaitu daerah dimana tingkat paparan radiasinya tidak memerlukan pengawasan.

Untuk daerah kerja dengan hazards radiasi interna, dalam mengklasifikasikan daerah kerja ditentukan dengan mempertimbangkan radionuklida apa yang digunakan, bagaimana radionuklida tersebut digunakan dan aktivitas maksimum yang digunakan pada saat itu. Contoh penggunaa nilai DL dan DAC untuk mengelompokkan daerah kerja diilustrasikan pada tabel berikut ini.
Klasifikasi Daerah Kerja Menurut Tingkat Kontaminasi
Klasifikasi Daerah Kerja Menurut Tingkat Kontaminasi
Aturan - aturan lokal (local rules) di tempat kerja digunakan untuk mengendalikan tingkat kontaminasi dan mengurangi kemungkinan zat radioaktif masuk ke dalam tubuh. Berikut ini beberapa contoh hal - hal yang harus dicakup dalam prosedur kerja lokal :
1. Larangan makanan, minum, merokok, dan menggunakan kosmetik di daerah kerja.
2. Prosedur pemeliharaan (housekeeping).
3. Prosedur penggunaan pakaian pelindung dan pelindung pernapasan.
4. Prosedur pemantauan kontaminasi personel dan daerah kerja secara rutin.
5. Prosedur pengendalian akses masuk ke daerah kerja.
6. Prosedur memasuki dan meninggalkan daerah kerja.
7. Prosedur inventarisasi sumber.

F. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
Dalam ilmu K3, prinsip terakhir yang harus diterapkan untuk mengendalikan hazards adalah penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Pemakaian APD yang paling sesuai untuk mengendalikan hazards radiasi interna adalah dengan memakai baju laboratorium, sepatu / sendal kerja (cover shoes), sarung tanngan karet, masker, dan lain - lain.
APD Hazards Radiasi Interna
APD Hazards Radiasi Interna
(Sumber : Safetysign.com)
Pemakaian APD tersebut untuk mencegah kontaminasi radioaktif pada pekerja, baik terjadinya kontaminasi pada kulit ataupun kontaminasi interna akibat masuknya zat atau unsur radioaktif melalui pernapasan atau saluran pencernaan.

Implementasi K3 Radiasi Nuklir

Tujuan utama dalam manajemen keselamatan radiasi adalah mengendalikan penerimaan dosis radiasi serendah mungkin dalam pemanfaatan sumber radiasi pengion untuk memperoleh manfaat dari pengunaan radiasi pengion tersebut. Komisi Internasional dalam Proteksi Radiasi (ICRP) memberikan rekomendasi dalam mengelola hazards radiasi yang dapat diterapkan melalui tiga tataran, yang meliputi :
1. Tataran regulasi.
2. Tataran manajemen.
3. Tataran operasional.

A. Tataran Regulasi
Tataran regulasi berfungsi menetapkan payung hukum sebagai dasar mengelola hazards di tempat kerja. Dasar hukum untuk mengawasi dan mengelola hazards radiasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir (termasuk sumber radioaktif terbuka) di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu :
a. Undang - Undang No.10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.
b. Berbagai Peraturan Pemerintah (PP), seperi PP No. 33 tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif, PP No. 29 tahun 2008 tentang Perizinan PemanfaatanSumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir, dan lain - lain.
c. Berbagai Peraturan Kepala atau Surat Keputusan Kepala BAPETEN, seperti Keputusan Kepala BAPETEN No.01 / Ka-BAPETEN / V-99 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja terhadap Radiasi, Peraturan Kepala BAPETEN No.15 tahun 2008, Keputusan Kepala BAPETEN No.2 / Ka-BAPETEN / V-99 tentang Baku Tingkat Radioaktivitas di Lingkungan, dan lain - lain.

B. Tataran Manajemen
Pengalaman menunjukkan penerapan prinsip - prinsip K3 memerlukan dukungan dari manajemen. Para pekerja tidak mungkin dapat menerapkan standar keselamatan tanpa adanya dukungan dan keterlibatan langsung dari manajemen. Kondisi ini mengharuskan disusunnya suatu struktur organisasi formal yang secara khususu menangani permasalahan yang terkait dengan hazards radiasi interna. Manajemen bertanggung jawab dalam menumbuhkembangkan sikap dan perilaku (attitude) yang baik terhadap keselamatan serta adanya pengakuan bahwa keselamatan merupakan tannggung jawab pribadi.

Selain itu, manajemen harus mengoptimalkan prinsip - prinsip keselamatan dengan menetapkan tanggung jawab secara jelas dan menyediakan instruksi kerja secara jelas sehingga mudah dilaksanakan oleh para pekerja. Manajemen juga harus mempertimbangkan adanya pajanan potensial dan menyediakan suatu sistem untuk identifikasi dan analisa penyebab kecelakaan.

C. Tataran Operasional
Selain pada tataran regulasi dan manajemen, pengendalian hazards radiasi interna juga memerlukan penerapannya pda tataran operasional. Pada tataran operasional perlu dipertimbangkan penerapan 6 prinsip dalam hierarki pengendalian hazards yang meliputi eliminasi hazards, substitusi hazards dengan risiko yang lebih kecil, isolasi hazards, pengendalian secara engineering, pengendalian secara administrasi, dan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD).

Secara khusus, pertimbangan lain dalam mengelola hazards radiasi interna meliputi :
1. Penyimpanan zat atau unsur radioaktif terbuka secara aman.
2. Pengangkuan dan pemindahan zat atau unsur radioaktif secara aman.
3. Penerapan prinsip waktu, jarak, dan shielding dalam bekerja untuk mengurangi penerimaan dosis radiasi.
4. Penggunaan wadah (containment) untuk membatasi penyebaran bahan radioaktif ke tempat kerja dan lingkungan masyarakat umum.
5. Perawatan fasilitas (plant) dan peralatan yang memadai untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kegagalan.
6. Mengelola limbah radioaktif secara aman.


Sekian pembahasan kita kali ini tentang Pengendalian Hazards Radiasi Interna. Semoga Bermanfaat.

(Baca Juga : Evaluasi Hazards Radiasi Interna)

Berlangganan Artikel Terbaru

Share on Google Plus

About TEKNO ALDEBRAN

Blog berbagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi tentang Komputer, Mobile, Elektronika, Internet, Info Teknologi serta Tips dan Trik.